29 Agustus 2009

Selamatkan Kebudayaan Indonesia! Sekarang!!!

Baru-baru ini, Malaysia kembali mengklaim salah satu kebudayaan asli bangsa Indonesia. Setelah reog Ponorogo, kain batik dan lagu rasa sayange, Malaysia memasukkan tari pendet asal bali sebagai kebudayaan asli mereka. Mereka memasukkan tari pendet ke dalam iklan pariwisata Visit Malaysia nya.
Hal ini merupakan ancaman yang cukup besar bagi kedaulatan bangsa kita. Lama kelamaan bila hal ini terus kita biarkan, semua kebudayaan yang kita miliki akan diambil oleh Negara lain. Suatu saat nanti kita nggak akan punya sesuatu yang bisa kita banggain lagi. Dan bukan nggak mungkin pula, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini kembali dijajah untuk kedua kalinya.
Tapi hal itu bisa kita cegah kok. Asal aja mulai dari sekarang kita bisa bersikap proaktif kepada setiap masalah yang datang. Proaktif disini bukan kita harus angkat senjata maupun perang. Proaktif disini adalah kita harus lebih peduli dan lebih tanggap akan masalah itu sendiri. Kita harus mulai berpikir apa yang menyebabkan Malaysia berani mengakui milik kita.
Ya…, diakui atau tidak, ternyata selama ini kita lebih mencintai kebudayaan barat. Lebih menyukai sesuatu yang bersifat modern dan anak muda. Coba deh mulai sekarang kita belajar buat mencintai, menghargai, menjaga, dan melestarikan apa yang kita punya. Karena semua itu adalah anugerah yang tidak ternilai dari Sang Pencipta. Anugerah yang nggak bisa ditukar oleh apapun juga. Tentunya anugerah yang harus kita jaga dengan sebaik-baiknya.***

21 Agustus 2009

Marhaban ya Ramadhan

Waktu bergulir begitu cepat. Setelah sebelas bulan menanti, akhirnya kita berjumpa lagi dengan bulan yang suci. Bulan yang penuh maaf serta penuh ampunan. Bulan dengan limpahan pahala, berkah, rahmat, dan karunia yang tiada tara. Bulan dimana, setan-setan dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, dan pintu-pintu surga dibukakan dengan selebar-lebarnya.
Ya…, setelah melalui perjalanan yang panjang, Ramadhan akhirnya kembali dating. Kembali menyapa kita. Kembali menghampiri setiap hati yang kotor untuk dibersihkannya di hari yang suci kelak.
Marhaban ya Ramadhan hanya itu kata yang bisa terucap. Mari kita isi Ramadhan tahun ini dengan penuh ketakwaan. Penuh dengan amal kebajikan. Penuh dengan perbuatan-perbuatan yang baik, sehingga kita mendapat makna yang sesungguhnya akan Ramadhan itu sendiri. Karena Ramadhan bukan hanya berpuasa. Karena Ramadhan bukanlah menahan lapar dan dahaga saja. Karena Ramadhan seyogyanya adalah tempat dimana kita menempa diri dengan latihan-latihan agar kita bisa hidup lebih baik lagi di bulan-bulan berikutnya.***

Haruskah Hanya Ramadhan?

Marhaban ya Ramadhan. Setelah sebelas bulan menunggu akhirnya bulan ramadhan kembali datang. Bulan penuh berkah, penuh nikmat, penuh ampunan, penuh pahala, dan juga penuh hidayah. Ramadhan kembali menghampiri kita. Menyapa setiap hati yang penuh dosa untuk kembali suci.
Ramadhan akhirnya datang. Membuat orang-orang berramai-ramai mendatangi mesjid-mesjid. Mengunjungi majlis ta'lim untuk beribadah. Mengikuti pengajian dan tadarus Al Qur'an. Juga menyambung kembali tali silaturahmi yang sempat terputus.
Ramadhan datang, membuat kita lebih ikhlas dalam bersedekah ke si miskin. Berzakat karena memang kewajiban.
Ramadhan datang. Mata, telinga, mulut, dan semua anggota badan yang lain dikunci untuk menjauhi perbuatan tercela. Mulut kita, kita jaga agar tak mengucapkan kata-kata kotor. Mata kita tutup biar tak melihat hal yang memancing hawa nafsu. Telinga kita tutup agar tak mendengar hal-hal yang mengurangi pahala Ramadhan. Semua itu dilakukan karena Ramadhan.
Tapi, tak berapa lama Ramadhan pun pergi. Orang-orang pun mulai kembali meninggalkan mesjid-mesjid. Kembali mengacuhkan jeritan si peminta-minta yang meminta sedekah. Mata, telinga, dan mulut kita kembali terbuka untuk melihat, mendengar, juga mengucapkan hal-hal tak berguna. Rasanya tak ada bekasnya sama sekali Ramadhan yang kita jalani.
Rasanya kita hanya mau datang ke mesjid-mesjid hanya saat Ramadhan saja. Kita hanya mau bersedekah saat pahala yang diberikan berlipat. Tapi, saat sebelas bulan lainnya kita kembali lagi pada jiwa kita yang sebelumnya. Hati dan perbuatan kita tidak ada yang berubah sama sekali. Kita bagaikan ular yang hanya berganti kulit, namun tetap dibenci. Kita tidak menjadi kupu-kupu yang setelah berganti, kita menjadi disukai.
Haruskah hanya Ramadhan saja kita beribadah kepadaNya? Haruskah hanya Ramadhan saja kita kembali kepadaNya? Haruskah hanya Ramadhan saja? Semoga tidak!